PENDAHULUAN
Dalam kondisi
persaingan ini, semakin sulit
bagi manajer untuk membuat
keputusan yang tepat
karena masalah-masalah yang
dihadapi semakin kompleks, oleh karena
itu perusahaan harus
memiliki manajemen yang baik dan tangguh sehingga dapat melihat
dan menggunakan peluang yang
ada serta dapat
mengidentifikasi masalah dan menyeleksi
serta mengimplementasikan
proses adaptasi dengan tepat.
Manajemen juga mempertahankan kelangsungan
hidup serta mengendalikan organisasi
hingga tujuan yang diharapkan
perusahaan dapat tercapai. Karakteristik
informasi yang bermanfaat berdasarkan
persepsi manajerial sebagai
pengambilan keputusan
dikategorikan dalam empat
sifat, yaitu Broad scope,
Time lines,Agregasi dan Informasi
integras.
Menurut Otley
(JRAI: 1998: 142) Karakteristik informasi
yang tersedia didalam organisasi
akan menjadi efektif apabila
dapat mendukung pengguna informasi dan pengambil keputusan.
Namun tingkat
kesediaan dari masing-masing karakteristik informasi
akuntansi manajemen tidaklah
mungkin sama untuk
setiap organisasi tetapi ada
faktor tertentu lainnya yang akan mempengaruhi tingkat kebutuhan terhadap informasi
akuntansi manajemen seperti desentralisasi karena
secara signifikan selalu ada dalam suatu organisasi.
Tingkat desentralisasi itu
kemudian akan berpengaruh
terhadap karakteristik informasi manajemen.
Waterhouse (1978) dan Galbraith
(1973) menyatakan tingkat desentralisasi itu
kemudian akan mempengaruhi terhadap
karakteristik informasi
akuntansi manajemen (JRAI: 1998:
142).
Duncan (1973)
juga menegaskan bahwa struktur
organisasi (desentralisasi)
akan mempengaruhi kemampuan organisasi
di dalam mengelola dan
mengumpulkan informasi serta
aliran informasi (JRAI: 1998: 142). Chia
dan Gul(1994) serta
Chia (1995), dari hasil penelitiannya memberikan bukti empiris
bahwa karakteristik informasi perencanaan dan pengendalian akan
menjadi lebih sulit dan menghadapi banyak masalah, karena kejadian-
kejadian yang akn
datang sulit untuk diprediksi.
Akan tetapi
ternyata dari hasil penelitian
dan surve diperoleh hasil bahwa
para manajer bergantung pada beragam
ketrampilan dan melakukan aktivitas-aktivitas yang
berbeda tergantung tingkat hirarki
dan tanggung jawab mereka Richard (2002 : 33).
Untuk dapat
mengendalikan proses
manajemennya maka diberikan pendelegasian wewenang
yang diberikan oleh kantor
pusat kepada manajer
tiap cabang, sekaligus sering
timbul konflik dalam penetapan
anggaran serta tujuan yang ingin
dicapai.
Konflik ini
disebabkan oleh ketidak selarasan
antara tujuan yang
ingin dicapai organisasi dengan
tujuan individu yang terlibat
didalamnya. Untuk mencapai keselarasan tujuan,
dibutuhkan kinerja manajerial
yang dapat memotivasi individu-individu yang
terlibat dalam badan
usaha untuk melaksanakaan aktivitas
selaras dengan badan usaha.
1.
DESENTRALISASI
Pendelegasian
wewenang oleh manajer
kaitannya dengan desentralisasi organisasi.
Desentralisasi (decentralitation)
adalah praktek pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan kepada jenjang yang lebih rendah
(Hansen dan Mowen,
1997 : 64).
Semua organisasi berada
dalam rentang yang sangat tersentralisasi hingga ke sangat terdesentralisasi. Kebanyakan perusahaan berada
diantara kedua ujung rentang
tersebut, yang mayoritas cenderung kearah desentralisasi.
Meskipun desentralisasi diyakini dapat mengurangi
beban manajemen puncak, bukan
berarti setiap organisasi harus mendesentralisasikan semua
keputusannya. Para manajer akan
mendiagnosis situasi organisasi
dan memilih tingkat pengambilan
keputusan yang paling memenuhi kebutuhan organisasi.
Defenisi sentralisasi
(centlalization) dapat diartikan
Wewenang pengambilan keputusan berada
padamempengaruhi usah mereka,
pesaing baru, kesukaran dalam
memperoleh bahan baku, preferensi yang
berubah-ubah dari masyarakat dan
sebagainnya. Lingkungan yang statis menciptkan ketidakpastian lebih sedikit
bagi para manajer
dari pada lingkungan yang
dinamis. Dan karena ketidakpastian merupakan ancaman terhadap
keefektifan organisasi, manajemen mencoba untuk meminimalkannya.
Ketidakpastian lingkungan adalah kondisi lingkungan
eksternal yang dapat mempengaruhi operasional
perusahaan (Otley, 1980) dalam
jurnal Aida Ainul Mardiyah dan
Gudono (2001) mengidentifikasikan tipe
struktur dan praktek manajemen
yang tepat untuk berbagai kondisi
yang lingkungannya berbeda.
Desain desentralisasi Indonesia yang di tetapkan melalui UU
no.22 tahun 1999 dan UU no.32 tahun 2004 menggabungkan tujuan-tujuan politik
dan ekonomi. Tujuan ekonomi yang hendak dicapai melalui desentralisasi adalah mewujudkan
kesejahteraan melalui penyedia layanan public dan masyarakat lokal. Tujuan
politik desentralisasi adalah demokratisasi pemerintahan daerah melalui
pertanggungjawaban langsung kepala daerah kepada konstituen mereka didaerah.
Dua tujuan yang berbeda tersebut menimbulkan banyak
komplikasi dalam pelaksanaannya, antara lain timbulnya perbedaan penafsiran
tentang kewenangan pusat dan daerah tentang bidang kewenangan dan
tanggungjawab. Secara umum, para pemangku kepentingan sepakat bahwa prinsip
desentralisasi Indonesia adalah ‘negara kesatuan yang terdesentralisasi’ yang
berarti kekuasaan dan kewenangan Negara dilimpahkan sebagian sebagai otonomi
daerah.
2.
PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP MANAJEMEN
Secara umum perubahan kewenangan pengeluaran maupun
penerimaan anggaran, sebagai akibat dari pelaksanaan desentralisasi fiskal,
akan mempengaruhi kemampuan pemerintah pusat melakukan kebijakan ekonomi makro
melalui anggaran negara. Berkurangnya kewenangan pemerintah pusat pada sejumlah
pajak atau pengendalian atas sejumlah anggaran belanja akan banyak mengurangi
ruang geraknya, seperti menaikkan pajak atau mengurangi belanja guna mengatasi melonjaknya permintaan dalam negeri.
Kasus ini menjadi penting apabila kewenangan pemerintah pusat
atas anggaran belanja hanya terbatas pada anggaran yang jumlahnya sudah pasti,
seperti pembayaran bunga hutang dalam negeri dan pembayaran yang bersifat rutin
lainnya. Jika demikian halnya maka desentralisasi keuangan akan menyebabkan
operasi keuangan oleh pemerintah daerah akan memiliki efek ekonomi makro yang
penting. Selanjutnya jika tidak diikuti dengan koordinasi maka dapat terjadi
efek yang berlawanan dengan upaya pemerintah pusat menjaga stabilisasi.
Anggaran belanja Pemda yang meningkat dapat mendorong
permintaan domestik, dan mempengaruhi keseimbangan anggaran bila efek multiplier dari pengeluaran daerah jauh
melebihi multiplier rata-rata pendapatannya. Sebagai contoh bila anggaran
belanja Pemda terbatas jumlahnya karena sempitnya kewenangan yang dimilikinya
untuk mengenakan pajak dan memperoleh pinjaman, maka perubahan komposisi
belanja yang lebih banyak kepada pekerjaan umum dan subsidi akan mendorong
permintaan total naik meskipun pemerintah pusat mencoba menahannya.
Jadi sebaiknya disiplin fiskal pada semua tingkat
pemerintahan diupayakan dengan menyamakan pendapatan dengan tanggung jawab
pengeluaran terlebih dahulu. Keseimbangan vertikal ini tentunya perlu diikuti
dengan rancangan mekanisme dana perimbangan untuk mengatasi ketidakseimbangan
horisontal yang menjadi masalah umum di negara berkembang.
Desain hubungan fiskal antartingkat pemerintahan hendaknya
memperhitungkan kenyataan bahwa peningkatan desentralisasi kewenangan
pengeluaran, baik karena pertimbangan efisiensi maupun politik, cenderung lebih
cepat daripada tingkat devolusi kewenangan pendapatan yang konsisten dengan
pembebanan pajak yang optimal.
3.
JENIS-JENIS DESENTRALISASI
a. Devolusi, juga dikenal sebagai
desentralisasi politik, mengacu pada pemberian kuasa atau urusan dari
pemerintah nasional kepada pemerintah daerah. Devolusi memberikan beberapa
wewenangan penting kepada pemerintah daerah, seperti perpajakan dan pelayanan
dasar. Pertimbangan utama dari devolusi adalah pemberdayaan masyarakat, dimana konstituen
lokal diberikan hak untuk menentukan pemerintahan sendiri agar mereka dapat
mengelola kesejahteraan mereka dengan lebih baik. Devolusi adalah elemen utama,
walaupun bukan satu-satunya dalam desentralisasi Indonesia.
b. Dekonsentrasi, atau desentralisasi
administratif, mengacu pada kewenangan pemerintah nasional kepada
pemerintah-pemerintah daerah atau perwakilan dari kementerian/lembaga nasional.
Di Indonesia, dekonsetrasi dilaksanakan melalui gubernur dan instansi vertikal
kementerian nasional. Pendanaan urusan dekonsentrasi di Indonesia di utamakan
untuk urusan non-fisik seperti, koordinasi, perencanaan, fasilitasi, pelatihan,
pengawasan, pembinaan.
c. Delegasi adalah mekanisme
desentralisasi dimana beberapa fungsi pemerintahan di berikan kepada pemerintah
daerah. Di Indonesia, semua tingkatan pemerintah daerah bertanggungjawab untuk
memberikan beberapa pelayanan yang di delegasikan oleh pemerintah nasional.
Delegasi di Indonesia mengambil nama ‘tugas pembantuan’. Di Indonesia,
pendanaan tugas pembantuan di berikan untuk aktifitas-aktifitas fisik seperti,
pengadaan asset dan konstruksi fasilitas fisik.
4.
KEBIJAKAN DESENTRALISASI
Kebijakan desentralisasi yang telah
lama disetujui oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang no.5 tahun 1974
sejak di tetapkan belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan. Keadaan
ini berlanjut sampai akhirnya terjadi krisis ekonomi dan politik di Indonesia
pada akhir tahun 1974, yang ditenggarai salah satu penyebabnya adalah penerapan
desentralisasi yang belum dijalankan semestinya dengan alas an peraturan
pemerintahnya belum disusun. Kenyataan ini menjadi issue sentral dari tuntutan
masyarakat di daerah, dimana selama ini merasakanpemerintahan pusat terlalu
sentralistis, tidak adil dan timpang dalam pendistribusian kekayaan antara
pusat dan daerah.
Proses tuntutan masyarakat akan
ketidakadilan dan ketimpangan pembagian keuangan antara pusat dan daerah terus
berjalan, sehingga pada akhirnya pemerintah mendorong masyarakat untuk
menentukan dan merumuskan masalah dan mengakomodasinya, selanjutnya dibicarakan
dengan lembaga tinggi lainnya sebagai agenda pemerintah yang akan diperjuangkan
didalam lembaga legislatif untuk dijadikan undang-undang.
Penyelenggaraan desentralisasi
hendaknya berlangsung berdasarkan beberapa prinsip berikut. Prinsip pertama, adalah prinsip
pendemokrasian, yakni melalui desentralisasi akan dapat dibangun suatu suatu
pemerintahan yang demokratis. Prinsip kedua,
adalah prinsip keanekaragaman, desentralisasi pada dasarnya merupakan
perwujudan pengakuan akan adanya keadaan daerah yang berbeda yang dapat
dikelola dengan responsive, efisien, dan efektif. Prinsip ketiga, berkenaan dengan pelaksanaan prinsip
subsidiaritas, diharapkan akan terwujud kesempatan pemerintah dan masyarakat
pada tingkat lokal untuk mengambil prakarsa utama dalam membuat kebijakan dan
program sesuai dengan kebutuhan, keadaan, dan potensi yang mereka miliki.
(Mukhlis Hamdi, 1999)
5.
KEWENANGAN DESENTRALISASI
Berbagai kewenangan yang diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Berdasarka interpretasi
undang-undang No.22 tahun 1999 tersebut, maka kewenangan daerah dikelompokkan
menjadi dua yaitu :
a. Kewenangan yang ditangani oleh
propinsi mencakup :
1. Perencanaan pembangunan regional
secara makro.
2. Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber
daya manusia potensial.
3. Pelabuhan regional.
4. Lingkungan hidup.
5. Promosi dagang dan budaya/
pariwisata.
6. Penanganan penyakit menular dan hama
tanaman.
7. Perencanaan tata ruang propinsi.
8. Kewenangan bidang pemerintahan yang
bersifat lintas kabupaten atau kota, meliputi : pekerjaan umum, perhubungan,
kehutanan, perkebunan.
b. Kewenangan kabupaten/kota,meliputi :
1. Pekerjaan umum.
2. Kesehatan.
3. Pertanian.
4. Pendidikan.
5. Perhubungan.
6. Perdagangan dan industry.
7. Penanaman modal.
8. Linkungan hidup.
9. Penerangan.
10. Agama.
6.
AKUNTABILITAS (PERTANGGUNGJAWABAN)
Akuntabilitas secara harfiah biasa disebut dengan accoutability yang diartikan sebagai “yang
dapat dipertanggungjawabkan”. Atau dalam kata sifat disebut sebagai
accountable. accountability merupakan
kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut. akuntabilitas,
sebagaimana dijelaskan sebelumnya juga dimaknai sebagai pertanggung-gugatan.
Terdapat 3 (tiga) jenis akuntabilitas yaitu akuntabilitas
politik, administratif dan finansial. Akuntabilitas Politik, biasanya
dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu mandat yang diberikan
masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif
dalam suatu pemerintahan. Masa jabatan kedua kekuasaan tersebut bersifat
temporer karena mandat pemilu sangat
tergantung pada hasil pemilu yang dilakukan pada interval waktu tertentu. Untuk
negara-negara di mana mandat pemilu mendapat legitimasi penuh (pemilu bersifat
bebas dan hasilnya diterima oleh semua pihak), masyarakat menggunakan hak suaranya
untuk mempertahankan para politisi yang mampu menunjukkan kinerja yang baik
serta menjatuhkan pemerintahan yang berunjuk prestasi buruk. Mandat elektoral
yang kuat memberikan legitimasi kepada pemerintah dan membantu menjamin
kredibilitasnya, di samping stabilitas dan prediktibilitas kebijakan yang
diformulasikannya.
Akuntabilitas administratif, merujuk pada kewajiban untuk
menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja
otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian,
akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik, khususnya
para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta para manajer
perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih
melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan kompetensi teknis. Kepada mereka
dipercayakan sejumlah sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk
menghasilkan barang atau jasa tertentu.
Akuntabilitas Finansial, fokus utamanya adalah pelaporan
yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya
dilakukan melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan
utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakan untuk
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Masalah
pokoknya adalah ketepatan waktu dalam menyiapkan laporan, proses audit, serta
kualitas audit.
Perhatian khusus diberikan pada kinerja dan nilai uang serta
penegakan sanksi untuk mengantisipasi dan mengatasi penyalahgunaan, mismanajemen,
atau korupsi. Jika terdapat bantuan finansial eksternal, misalnya dari pinjaman
lembaga keuangan multilateral atau melalui bantuan pembangunan oleh lembaga
donor, maka standar akuntansi dan audit dari berbagai lembaga yang berwenang
harus diperhatikan.
Hal inilah yang kiranya dapat menjelaskan besarnya perhatian
pada standar akuntansi dan audit internasional dalam menegakkan akuntabilitas
finansial. Hasil dari akuntabilitas finansial yang baik akan digunakan untuk
membuat keputusan yang berkaitan dengan mobilisasi dan alokasi sumber daya
serta mengevaluasi tingkat efisiensi penggunan dana.
Akuntabilitas sejatinya adalah kunci dari konsep good
governance yang kini sedang menguat dalam geliat dan situasi dunia yang sedang
mengglobal. Dari gambar 1 tersebut dapat dijelaskan bahwa akuntabilitas
menjunjung tinggi equitable dan responsivenes to people’s needs merupakan
resultante dari proses dan prinsip-prinsip
good governance (transparansi, efectivitas, efisiensi) serta globalisasi
(demokrasi dan kompetisi).
Dengan kata lain, dalam konteks globalisasi, good governance telah menjadi parameter dan tuntutan
masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah yang semula
bersandar pada prinsip responsibility (tanggung
jawab) dan obligation (kewajiban) kini harus berubah ke arah accountability.
Akuntansi pertanggungjawaban
merupakan sistem akuntansi yang mengakui berbagai pusat pertanggungjawaban pada
keseluruhan perusahaan yang mencerminkan rencana dan tindakan setiap
pertanggungjawaban sebenrnya timbul sebagai akibat adanya wewenang yang
diberikan dan bagaimana mempertanggungjawabkan dalam bentuk suat laporan
tertulis. Akuntansi pertanggungjawaban yang baik, dalam penerapannya harus
menetapkan pada pemberian wewenang secara tegas, karena dari wewenang ini akan
menimbulkan adanya pertanggung jawaban tersebut akan memudahkan pengendalian
terhadap penyimpangan yang terjadi.
Akuntansi pertanggungjawaban banyak
dipakai oleh perusahaan dan badan usaha lainnya karena memunkinkan perusahaan
untuk merekam seluruh akivitas usahanya, kemundian mengetahui unit yang
bertanggung jawab atas aktivitas tersebut, dan menentukan unit usaha yang mana
yang tidak berjalan secara efesien.
Dengan diterapkannya sistem akuntansi
pertanggungjawaban yang baik akan menyebabkan terciptanya suatu pengendalian
dan pengukuran prestasi kinerja manajer. Akuntansi pertanggung jawaban juga
sebagai saran mengevaluasi kemampuan setiap manajer, sehingga akan dibentuk
landasan terciptanya suatu pengukuran prestasi kinerja manjer. Laporan pertanggungjawaban
juga sebagai sarana untuk mengevaluasi kemampuan setiap manajer, sehingga akan
dibentuk landasan tercipatanya suatu sistem pengukuran prestasi kerja manajer
untuk setiap pusat pertanggungjawaban.
Sistem akuntansi pertanggungjawaban
merupakan metode pengendalian biaya. Biaya dalam sistem akuntansi
pertanggungjawaban dihubungkan manajer yang memiliki wewenang untuk
mengkomsumsi sumber daya. Karena sumber daya yang digunakan harus dinyatakan
satuan uang dan itu merupakan biaya, biaya yang memungkinkan menejemen untuk
melakukan pengelolaan biaya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar