18 Okt 2012

Desentralisasi Dan Akuntansi Pertanggungjawaban


PENDAHULUAN
Dalam  kondisi  persaingan  ini, semakin  sulit  bagi manajer  untuk membuat keputusan  yang  tepat  karena  masalah-masalah  yang  dihadapi  semakin  kompleks, oleh  karena  itu  perusahaan  harus  memiliki manajemen yang baik dan tangguh sehingga dapat  melihat  dan  menggunakan  peluang yang  ada  serta  dapat  mengidentifikasi masalah  dan  menyeleksi  serta mengimplementasikan  proses  adaptasi dengan  tepat.
Manajemen  juga mempertahankan  kelangsungan  hidup  serta mengendalikan  organisasi  hingga  tujuan yang diharapkan perusahaan dapat tercapai. Karakteristik  informasi  yang bermanfaat  berdasarkan  persepsi manajerial sebagai  pengambilan  keputusan dikategorikan  dalam  empat  sifat,  yaitu Broad  scope,  Time  lines,Agregasi  dan Informasi  integras.
Menurut  Otley  (JRAI: 1998:  142)    Karakteristik  informasi  yang tersedia  didalam  organisasi  akan  menjadi efektif  apabila  dapat  mendukung  pengguna informasi dan pengambil keputusan.
 Namun tingkat  kesediaan  dari  masing-masing karakteristik informasi akuntansi manajemen tidaklah  mungkin  sama  untuk  setiap organisasi  tetapi  ada  faktor  tertentu  lainnya yang akan mempengaruhi  tingkat kebutuhan terhadap  informasi  akuntansi  manajemen seperti  desentralisasi  karena  secara signifikan selalu ada dalam suatu organisasi.
Tingkat  desentralisasi  itu  kemudian  akan berpengaruh terhadap karakteristik informasi manajemen.  Waterhouse  (1978)  dan Galbraith  (1973)  menyatakan  tingkat desentralisasi  itu  kemudian  akan mempengaruhi  terhadap  karakteristik informasi  akuntansi  manajemen  (JRAI: 1998:  142).
Duncan  (1973)  juga menegaskan  bahwa  struktur  organisasi (desentralisasi)  akan  mempengaruhi kemampuan  organisasi  di  dalam  mengelola dan  mengumpulkan  informasi  serta  aliran informasi (JRAI: 1998: 142). Chia  dan  Gul(1994)  serta  Chia (1995), dari hasil penelitiannya memberikan bukti  empiris  bahwa  karakteristik  informasi perencanaan dan pengendalian akan menjadi lebih sulit dan menghadapi banyak masalah, karena  kejadian-  kejadian  yang  akn  datang sulit  untuk  diprediksi.

Akan  tetapi  ternyata dari  hasil  penelitian  dan  surve  diperoleh hasil  bahwa  para manajer  bergantung  pada beragam  ketrampilan  dan  melakukan aktivitas-aktivitas  yang  berbeda  tergantung tingkat  hirarki  dan  tanggung  jawab mereka Richard (2002 : 33).
Untuk  dapat  mengendalikan  proses manajemennya  maka  diberikan pendelegasian  wewenang  yang  diberikan oleh  kantor  pusat  kepada  manajer  tiap cabang,  sekaligus  sering  timbul  konflik dalam penetapan anggaran serta tujuan yang ingin  dicapai.
Konflik  ini  disebabkan  oleh ketidak  selarasan  antara  tujuan  yang  ingin dicapai  organisasi  dengan  tujuan  individu yang  terlibat  didalamnya.  Untuk  mencapai keselarasan  tujuan,  dibutuhkan  kinerja manajerial yang dapat memotivasi  individu-individu  yang  terlibat  dalam  badan  usaha untuk  melaksanakaan  aktivitas  selaras dengan badan usaha.  


1.     DESENTRALISASI        
Pendelegasian  wewenang  oleh  manajer  kaitannya  dengan  desentralisasi  organisasi.  Desentralisasi  (decentralitation) adalah  praktek  pendelegasian  wewenang pengambilan keputusan kepada jenjang yang lebih  rendah  (Hansen  dan  Mowen,  1997  : 64).
Semua  organisasi  berada  dalam rentang yang sangat tersentralisasi hingga ke sangat  terdesentralisasi.  Kebanyakan perusahaan  berada  diantara  kedua  ujung rentang  tersebut,  yang mayoritas  cenderung kearah desentralisasi. Meskipun  desentralisasi  diyakini dapat  mengurangi  beban  manajemen puncak, bukan berarti setiap organisasi harus mendesentralisasikan  semua  keputusannya. Para  manajer  akan  mendiagnosis  situasi organisasi dan memilih  tingkat pengambilan keputusan yang paling memenuhi kebutuhan organisasi.


Defenisi  sentralisasi (centlalization) dapat  diartikan Wewenang pengambilan  keputusan  berada  padamempengaruhi  usah  mereka,  pesaing  baru, kesukaran  dalam  memperoleh  bahan  baku, preferensi  yang  berubah-ubah  dari masyarakat  dan  sebagainnya.  Lingkungan yang  statis menciptkan  ketidakpastian  lebih sedikit  bagi  para  manajer  dari  pada lingkungan  yang  dinamis. Dan karena ketidakpastian merupakan ancaman terhadap keefektifan organisasi, manajemen mencoba untuk meminimalkannya.
Ketidakpastian  lingkungan  adalah kondisi  lingkungan  eksternal  yang  dapat mempengaruhi  operasional  perusahaan (Otley,  1980)  dalam  jurnal  Aida  Ainul Mardiyah  dan  Gudono  (2001) mengidentifikasikan  tipe  struktur  dan praktek  manajemen  yang  tepat  untuk berbagai  kondisi  yang  lingkungannya berbeda.
Desain desentralisasi Indonesia yang di tetapkan melalui UU no.22 tahun 1999 dan UU no.32 tahun 2004 menggabungkan tujuan-tujuan politik dan ekonomi. Tujuan ekonomi yang hendak dicapai melalui desentralisasi adalah mewujudkan kesejahteraan melalui penyedia layanan public dan masyarakat lokal. Tujuan politik desentralisasi adalah demokratisasi pemerintahan daerah melalui pertanggungjawaban langsung kepala daerah kepada konstituen mereka didaerah.
Dua tujuan yang berbeda tersebut menimbulkan banyak komplikasi dalam pelaksanaannya, antara lain timbulnya perbedaan penafsiran tentang kewenangan pusat dan daerah tentang bidang kewenangan dan tanggungjawab. Secara umum, para pemangku kepentingan sepakat bahwa prinsip desentralisasi Indonesia adalah ‘negara kesatuan yang terdesentralisasi’ yang berarti kekuasaan dan kewenangan Negara dilimpahkan sebagian sebagai otonomi daerah.



2.     PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP MANAJEMEN
Secara umum perubahan kewenangan pengeluaran maupun penerimaan anggaran, sebagai akibat dari pelaksanaan desentralisasi fiskal, akan mempengaruhi kemampuan pemerintah pusat melakukan kebijakan ekonomi makro melalui anggaran negara. Berkurangnya kewenangan pemerintah pusat pada sejumlah pajak atau pengendalian atas sejumlah anggaran belanja akan banyak mengurangi ruang geraknya, seperti menaikkan pajak atau mengurangi belanja  guna mengatasi melonjaknya permintaan dalam negeri.
Kasus ini menjadi penting apabila kewenangan pemerintah pusat atas anggaran belanja hanya terbatas pada anggaran yang jumlahnya sudah pasti, seperti pembayaran bunga hutang dalam negeri dan pembayaran yang bersifat rutin lainnya. Jika demikian halnya maka desentralisasi keuangan akan menyebabkan operasi keuangan oleh pemerintah daerah akan memiliki efek ekonomi makro yang penting. Selanjutnya jika tidak diikuti dengan koordinasi maka dapat terjadi efek yang berlawanan dengan upaya pemerintah pusat menjaga stabilisasi.
Anggaran belanja Pemda yang meningkat dapat mendorong permintaan domestik, dan mempengaruhi keseimbangan anggaran bila efek  multiplier dari pengeluaran daerah jauh melebihi multiplier rata-rata pendapatannya. Sebagai contoh bila anggaran belanja Pemda terbatas jumlahnya karena sempitnya kewenangan yang dimilikinya untuk mengenakan pajak dan memperoleh pinjaman, maka perubahan komposisi belanja yang lebih banyak kepada pekerjaan umum dan subsidi akan mendorong permintaan total naik meskipun pemerintah pusat mencoba menahannya.
Jadi sebaiknya disiplin fiskal pada semua tingkat pemerintahan diupayakan dengan menyamakan pendapatan dengan tanggung jawab pengeluaran terlebih dahulu. Keseimbangan vertikal ini tentunya perlu diikuti dengan rancangan mekanisme dana perimbangan untuk mengatasi ketidakseimbangan horisontal yang menjadi masalah umum di negara berkembang.

Desain hubungan fiskal antartingkat pemerintahan hendaknya memperhitungkan kenyataan bahwa peningkatan desentralisasi kewenangan pengeluaran, baik karena pertimbangan efisiensi maupun politik, cenderung lebih cepat daripada tingkat devolusi kewenangan pendapatan yang konsisten dengan pembebanan pajak yang optimal.


3.     JENIS-JENIS DESENTRALISASI
a.      Devolusi, juga dikenal sebagai desentralisasi politik, mengacu pada pemberian kuasa atau urusan dari pemerintah nasional kepada pemerintah daerah. Devolusi memberikan beberapa wewenangan penting kepada pemerintah daerah, seperti perpajakan dan pelayanan dasar. Pertimbangan utama dari devolusi adalah pemberdayaan masyarakat, dimana konstituen lokal diberikan hak untuk menentukan pemerintahan sendiri agar mereka dapat mengelola kesejahteraan mereka dengan lebih baik. Devolusi adalah elemen utama, walaupun bukan satu-satunya dalam desentralisasi Indonesia.
b.      Dekonsentrasi, atau desentralisasi administratif, mengacu pada kewenangan pemerintah nasional kepada pemerintah-pemerintah daerah atau perwakilan dari kementerian/lembaga nasional. Di Indonesia, dekonsetrasi dilaksanakan melalui gubernur dan instansi vertikal kementerian nasional. Pendanaan urusan dekonsentrasi di Indonesia di utamakan untuk urusan non-fisik seperti, koordinasi, perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pengawasan, pembinaan.
c.       Delegasi adalah mekanisme desentralisasi dimana beberapa fungsi pemerintahan di berikan kepada pemerintah daerah. Di Indonesia, semua tingkatan pemerintah daerah bertanggungjawab untuk memberikan beberapa pelayanan yang di delegasikan oleh pemerintah nasional. Delegasi di Indonesia mengambil nama ‘tugas pembantuan’. Di Indonesia, pendanaan tugas pembantuan di berikan untuk aktifitas-aktifitas fisik seperti, pengadaan asset dan konstruksi fasilitas fisik.



4.     KEBIJAKAN DESENTRALISASI
Kebijakan desentralisasi yang telah lama disetujui oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang no.5 tahun 1974 sejak di tetapkan belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan harapan. Keadaan ini berlanjut sampai akhirnya terjadi krisis ekonomi dan politik di Indonesia pada akhir tahun 1974, yang ditenggarai salah satu penyebabnya adalah penerapan desentralisasi yang belum dijalankan semestinya dengan alas an peraturan pemerintahnya belum disusun. Kenyataan ini menjadi issue sentral dari tuntutan masyarakat di daerah, dimana selama ini merasakanpemerintahan pusat terlalu sentralistis, tidak adil dan timpang dalam pendistribusian kekayaan antara pusat dan daerah.
Proses tuntutan masyarakat akan ketidakadilan dan ketimpangan pembagian keuangan antara pusat dan daerah terus berjalan, sehingga pada akhirnya pemerintah mendorong masyarakat untuk menentukan dan merumuskan masalah dan mengakomodasinya, selanjutnya dibicarakan dengan lembaga tinggi lainnya sebagai agenda pemerintah yang akan diperjuangkan didalam lembaga legislatif untuk dijadikan undang-undang.
Penyelenggaraan desentralisasi hendaknya berlangsung berdasarkan beberapa prinsip berikut. Prinsip pertama, adalah prinsip pendemokrasian, yakni melalui desentralisasi akan dapat dibangun suatu suatu pemerintahan yang demokratis. Prinsip kedua, adalah prinsip keanekaragaman, desentralisasi pada dasarnya merupakan perwujudan pengakuan akan adanya keadaan daerah yang berbeda yang dapat dikelola dengan responsive, efisien, dan efektif. Prinsip ketiga, berkenaan dengan pelaksanaan prinsip subsidiaritas, diharapkan akan terwujud kesempatan pemerintah dan masyarakat pada tingkat lokal untuk mengambil prakarsa utama dalam membuat kebijakan dan program sesuai dengan kebutuhan, keadaan, dan potensi yang mereka miliki. (Mukhlis Hamdi, 1999)



5.     KEWENANGAN DESENTRALISASI
Berbagai kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Berdasarka interpretasi undang-undang No.22 tahun 1999 tersebut, maka kewenangan daerah dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a.      Kewenangan yang ditangani oleh propinsi mencakup :
1.      Perencanaan pembangunan regional secara makro.
2.      Pelatihan kejuruan dan alokasi sumber daya manusia potensial.
3.      Pelabuhan regional.
4.      Lingkungan hidup.
5.      Promosi dagang dan budaya/ pariwisata.
6.      Penanganan penyakit menular dan hama tanaman.
7.      Perencanaan tata ruang propinsi.
8.      Kewenangan bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten atau kota, meliputi : pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan, perkebunan.
b.      Kewenangan kabupaten/kota,meliputi :
1.      Pekerjaan umum.
2.      Kesehatan.
3.      Pertanian.
4.      Pendidikan.
5.      Perhubungan.
6.      Perdagangan dan industry.
7.      Penanaman modal.
8.      Linkungan hidup.
9.      Penerangan.
10. Agama.


6.     AKUNTABILITAS (PERTANGGUNGJAWABAN)
Akuntabilitas secara harfiah biasa disebut dengan  accoutability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”. Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable.  accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas  yang diperolehnya tersebut. akuntabilitas, sebagaimana dijelaskan sebelumnya juga dimaknai sebagai pertanggung-gugatan.
Terdapat 3 (tiga) jenis akuntabilitas yaitu akuntabilitas politik, administratif dan finansial.  Akuntabilitas Politik, biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif dalam suatu pemerintahan. Masa jabatan kedua kekuasaan tersebut bersifat temporer karena mandat  pemilu sangat tergantung pada hasil pemilu yang dilakukan pada interval waktu tertentu. Untuk negara-negara di mana mandat pemilu mendapat legitimasi penuh (pemilu bersifat bebas dan hasilnya diterima oleh semua pihak), masyarakat menggunakan hak suaranya untuk mempertahankan para politisi yang mampu menunjukkan kinerja yang baik serta menjatuhkan pemerintahan yang berunjuk prestasi buruk. Mandat elektoral yang kuat memberikan legitimasi kepada pemerintah dan membantu menjamin kredibilitasnya, di samping stabilitas dan prediktibilitas kebijakan yang diformulasikannya.
Akuntabilitas administratif, merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian, akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik, khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta para manajer perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan kompetensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu. 
Akuntabilitas Finansial, fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Masalah pokoknya adalah ketepatan waktu dalam menyiapkan laporan, proses audit, serta kualitas audit.
Perhatian khusus diberikan pada kinerja dan nilai uang serta penegakan sanksi untuk mengantisipasi dan mengatasi penyalahgunaan, mismanajemen, atau korupsi. Jika terdapat bantuan finansial eksternal, misalnya dari pinjaman lembaga keuangan multilateral atau melalui bantuan pembangunan oleh lembaga donor, maka standar akuntansi dan audit dari berbagai lembaga yang berwenang harus diperhatikan.
Hal inilah yang kiranya dapat menjelaskan besarnya perhatian pada standar akuntansi dan audit internasional dalam menegakkan akuntabilitas finansial. Hasil dari akuntabilitas finansial yang baik akan digunakan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan mobilisasi dan alokasi sumber daya serta mengevaluasi tingkat efisiensi penggunan dana.
Akuntabilitas sejatinya adalah kunci dari konsep good governance yang kini sedang menguat dalam geliat dan situasi dunia yang sedang mengglobal. Dari gambar 1 tersebut dapat dijelaskan bahwa akuntabilitas menjunjung tinggi  equitable dan  responsivenes to people’s needs merupakan resultante dari proses dan prinsip-prinsip  good governance (transparansi, efectivitas, efisiensi) serta globalisasi (demokrasi dan kompetisi).
Dengan kata lain, dalam konteks globalisasi,  good governance telah menjadi parameter dan tuntutan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah yang semula bersandar pada prinsip  responsibility (tanggung jawab) dan  obligation (kewajiban)  kini harus berubah ke arah accountability.
Akuntansi pertanggungjawaban merupakan sistem akuntansi yang mengakui berbagai pusat pertanggungjawaban pada keseluruhan perusahaan yang mencerminkan rencana dan tindakan setiap pertanggungjawaban sebenrnya timbul sebagai akibat adanya wewenang yang diberikan dan bagaimana mempertanggungjawabkan dalam bentuk suat laporan tertulis. Akuntansi pertanggungjawaban yang baik, dalam penerapannya harus menetapkan pada pemberian wewenang secara tegas, karena dari wewenang ini akan menimbulkan adanya pertanggung jawaban tersebut akan memudahkan pengendalian terhadap penyimpangan yang terjadi.
Akuntansi pertanggungjawaban banyak dipakai oleh perusahaan dan badan usaha lainnya karena memunkinkan perusahaan untuk merekam seluruh akivitas usahanya, kemundian mengetahui unit yang bertanggung jawab atas aktivitas tersebut, dan menentukan unit usaha yang mana yang tidak berjalan secara efesien.
Dengan diterapkannya sistem akuntansi pertanggungjawaban yang baik akan menyebabkan terciptanya suatu pengendalian dan pengukuran prestasi kinerja manajer. Akuntansi pertanggung jawaban juga sebagai saran mengevaluasi kemampuan setiap manajer, sehingga akan dibentuk landasan terciptanya suatu pengukuran prestasi kinerja manjer. Laporan pertanggungjawaban juga sebagai sarana untuk mengevaluasi kemampuan setiap manajer, sehingga akan dibentuk landasan tercipatanya suatu sistem pengukuran prestasi kerja manajer untuk setiap pusat pertanggungjawaban.
Sistem akuntansi pertanggungjawaban merupakan metode pengendalian biaya. Biaya dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban dihubungkan manajer yang memiliki wewenang untuk mengkomsumsi sumber daya. Karena sumber daya yang digunakan harus dinyatakan satuan uang dan itu merupakan biaya, biaya yang memungkinkan menejemen untuk melakukan pengelolaan biaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar